Puasa Tasu’a adalah puasa sunnah tanggal 9 Muharram dan puasa ‘Asyura adalah puasa sunnah tanggal 10 Muharram. Pembahasan ini ada ditulisan lain tentang “Macam-Macam Puasa Sunnah (Tathawwu’)“. Kali ini hanya mengutip dari kitab Al-Mu’tamad fil Fiqhisy Syafi’iyyi karya Duktur Muhammad Az-Zuhaili pada bahasan tentang puasa sunnah di fashal ke tujuh dari kitab tersebut.
Redaksinya sebagai berikut:
“Disunnahkan puasa hari ‘Asyura sebagai bentuk mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang beliau mempuasainya dan menganjurkan puasa hari tersebut, sebagaimana riwayat dari Ibnu ‘Abbas radliyallahu ‘anhuma “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam puasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan para sahabat berpuasa juga”. Dan riwayat dari Qatadah radliyallahu ‘anh, bahwa Rasulullah pernah ditanya mengenai puasa ‘Asyura, beliau menjawab “Bisa menghapus dosa setahun yang lalu”.
Disunnahkan pula puasa hari Tasu’a’ bersama dengan ‘Asyura (puasa dua hari), berdasarkan riwayat Ibnu ‘Abbas bahwa Rasulullah bersabda setelah puasa ‘Asyura: “Pasti jika masih ada di tahun depan, yaitu momen Asyura, akan puasa hari ke sembilan”.
Jika tidak berpuasa hari kesembilan bersama Asyura (tanggal 10) maka disunnahkan puasa pada hari kesebelas. Hal itu karena hikmahnya banyak, diantaranya: menyelisihi kaum Yahudi karena mereka mencukupkan puasa hari kesepuluh saja, ini berdasarkan riwayat Ibnu Abbas pula bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Berpuasalah kalian hari Asyura, dan selisihilah (berbedalah kalian) terhadap Yahudi, puasalah satu hari sebelumnya dan satu hari setelahnya.
Diantara hikmahnya pula adalah bahwa maksud menyambung puasa ‘Asyura dengan puasa lainnya sehingga tidak menyendirikan puasa seperti hanya puasa di hari Jum’at. Hikmah lainnya adalah sebagai bentuk intiyath (kehati-hatian) tentang kepastian tanggal 10, khawatir terjadi kekeliruan rukyatul hilal bulan Muharram (keliru menetapkan tanggal satu Muharram)”.
[4bd]