Macam-Macam Puasa Sunnah (Tathawwu’)

Puasa sunnah atau biasa juga dikenal dengan shaum tathawwu’. Tathawwu maksudnya taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan ibadah-ibadah yang bukan fardlu.

Puasa merupakan ibadah yang paling utama (afdlal) daripada ibadah-ibadah yang lain, sebagaimana riwayat berikut:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَقُولُ: «مَنْ صَامَ يَوْمًا فِي سَبِيلِ اللهِ، بَاعَدَ اللهُ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِينَ خَرِيفًا»
“Dari Sa’id al-Khudri radliyallahu ‘anh, berkata: aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Siapa yang puasa sehari dijalan Allah, niscaya Allah akan menjauhkan wajahnya dari api neraka selama 40 tahun” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Adanya puasa sunnah sebagai tambahan dalam ta’abbud (penghambaan) dan taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah SWT. Begitu banyak ibadah, yang tidak lain supaya seorang hamba lebih dekat kepada Allah SWT, sebagaimana didalam sebuah hadits:

وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ
“Tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku mencintainya” (HR. Al-Bukhari)

Tidak diragukan lagi bahwa kecintaan Allah kepada hamba-Nya dan kedekatan seorang hamba kepada rabb-nya bisa menjauhkannya dari bermaksiat kepada-Nya, semakin mendekatkannya dengan ta’at kepada Allah, dan bersegera pada perbuatan  kebaktian dan ma’ruf (kebajikan). Dengan demikian, akan lurus kehidupan seseorang dan hidupnya menjadi maslahat (baik).

MACAM-MACAM PUASA SUNNAH
Adapun macam-macam puasa sunnah, sebagai berikut :

1. Puasa Hari ‘Arafah

Puasa hari ‘Arafah dilakukan pada tanggal 9 Dzulhijjah, bagi orang yang tidak melaksanakan haji.

عن أبي قتادة – رضي الله عنه – قال: سئل رسول الله – صلى الله عليه وسلم – عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ؟ فَقَالَ: «يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ
“Dari Qatadah radliyallahu ‘anh, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah ditanya tentang puasa ‘Arafah, beliau menjawab: “Puasa ‘Arafah bisa menghapus dosa setahun lalu dan yang akan datang”. (HR. Muslim).

Hari ‘Arafah termasuk hari yang utama, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ، مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ،
“Tidak ada hari yang lebih banyak bagi Allah dalam membebaskan seorang hamba dari api neraka daripada hari ‘Arafah”. (HR. Muslim)

Bagi orang yang berhaji, tidak disunnahkan puasa baginya, bahkan disunnahkan berbuka sebagai sebuah bentuk ittiba’ (mengikuti) apa yang dilakukan Rasululllah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan juga supaya lebih kuat didalam berdo’a kepada Allah SWT pada hari tersebut.

2. Puasa Hari ‘Asyura dan Tasu’a’

‘Asyura adalah tanggal 10 Muharram, sedangkan Tasu’a adalah tanggal 9 Muharram. Kesunnahan puasa dikedua hari tersebut berdasarkan beberapa riwayat.

عن ابن عباس رضي الله عنهما ” أن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، وأمر بِصِيَامِهِ ”
“Dari Ibn ‘Abbas radliyallahu ‘anhuma: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam puasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan (para sahabat) puasa hari ‘Asyura”. (HR. Al-Bukhari & Muslim)

وعن أبي قتادة – رضي الله عنه – أن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – سئل عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ؟ فَقَالَ: «يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ»
“Dari Abu Qatadah radliyallahu ‘nah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang puasa ‘Asyura, beliau menjawab: “bisa menghapus dosa setahun yang lalu”. (HR. Muslim)

وعن ابن عباس رضي الله عنهما قال: قال رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: ” لَئِنْ بَقِيتُ إِلَى قَابِلٍ لَأَصُومَنَّ التَّاسِعَ ”
“Dari Ibnu ‘Abbas ra, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika aku masih ada sampai tahun depan pasti aku akam berpuasa hari ke sembilan”. (HR. Muslim)

Namun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat sebelum sampai tahun berikutnya.

Hikmah adanya kedua puasa tersebut sebagai kehati-hatian terhadap kemungkinan adanya kesalahan dalam awal bulan dan untuk menyelisihi Yahudi karena mereka (Yahudi) berpuasa tanggal 10 Muharram (satu hari). Umat Islam dianjurkan menambahkan satu hari yaitu tanggal 9 sehingga menjadi dua hari supaya berbeda dengan Yahudi.

Oleh karena itu, jika berpuasa ‘Asyura namun tidak berpuasa Tasu’a (tanggal 9), maka tetap disunnahkan menambahkan satu hari lagi yaitu puasa ditanggal 11.

3. Puasa Hari Senin dan Kamis

عن عائشة رضي الله عنها قَالَتْ: «كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَالخَمِيسِ»
“Dari ‘Aisyah radliyallahu ‘anhaa, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sering melakukan puasa hari Senin dan Kamis” (HR. At-Turmidzi).

عن أبي هريرة – رضي الله عنه – أن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – قال: “تُعْرَضُ الأَعْمَالُ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَالخَمِيسِ، فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ»
“Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anha, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “amal-amal dilaporkan (ditunjukkan) kepada Allah di hari Senin dan Kamis, aku senang jika amalku dilaporkan dan aku sedang berpuasa”. (HR. At-Turmidzi)

4. Puasa 3 Hari Setiap Bulan

Puasa tiga hari setiap bukan lebih utama (afdlal) dilakukan pada hari yang malam-malamnya putih (biidl) yaitu hari ke-13, 14 dan 15 berdasarkan bulan Qamariyah.

Dinamakan Ayyamul Biidl karena malam pada tanggal-tanggal tersebut setiap bulannya nampak terang oleh cahaya bulan.

عن أبي هريرة – رضي الله عنه – قال: “أوصاني خليلي – صلى الله عليه وسلم – بثلاث:«صِيَامِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ، وَرَكْعَتَيِ الضُّحَى، وَأَنْ أُوتِرَ قَبْلَ أَنْ أَنَامَ»
“Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anh, berkata: “Kekasihku (Rasulullah) shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan kepadaku 3 hal yakni puasa tiga hari setiap bulan, shalat dluha 2 rakaat dan shalat witir sebelum tidur”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

عن أبي قتادة – رضي الله عنه – قال: قال رسول الله – صلى الله عليه وسلم – ” صَوْمُ ثَلَاثَةٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ صوم الدهر
“Dari Abu Qatadah radliyallahu ‘anh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Puasa tiga hari setiap bulan seperti puasa setahun”. (HR. Muslim)

وعن أبي ذر رضي الله عنه قال: قال رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: ” إِذَا صُمْتَ مِنَ الشَّهْرِ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فَصُمْ ثَلَاثَ عَشْرَةَ، وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ، وَخَمْسَ عَشْرَةَ ”
“Dari Abu Dzae radliyallahu ‘anh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Bila engkau puasa tiga hari setiap bulan, berpuasalah tanggal 13, 14 dan 15”. (HR. At-Tirmidzi, hadits hasan).

عن قتادة بن ملحان رضي الله عنه قال: (كان رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يَأْمُرُنَا أَنْ نَصُومَ الْبِيضَ ثَلَاثَ عَشْرَةَ، وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ، وَخَمْسَ عَشْرَةَ، قَالَ: وَقَالَ «هُنَّ كَهَيْئَةِ الدَّهْرِ» “.
“Dari Qatadah radliyallahu ‘anh, berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami berpuasa di haru Baidl yaitu tanggal 13, 14 dan 15, beliau bersabda: “Semua itu seperti puasa sepanjang tahun”. (HR. Abu Daud).

Puasa ditanggal-tanggal tersebut dikecualikan pada tanggal 13 bulan Dzulhijjah (bagian dari hari Tasyriq) sebab puasa dihari tersebut hukumnya haram.

5. Puasa 6 Hari di Bulan Syawal

Puasa 6 hari tersebut lebih utama (afdlal) dilakukan setelah Idul Fitri secara langsung yaitu dimulai tanggal 2 syawal secara berketerusan, namun hal tersebut tidak disyaratkan, bahkan kesunnahan tetap diperoleh dengan puasa secara terpisah-pisah.

عن أبي أيوب – رضي الله عنه – أن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – قال: ” مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ، كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ”.
“Dari Abu Ayyub radliyallahu ‘anh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang puasa Ramadlan, kemudian mengiringinya dengan puasa 6 hari bulan Syawal, ia seperti puasa sepanjang tahun”. (HR. Muslim)

MEMBATALKAN PUASA

Apabila seorang muslim melaksanakan puasa sunnah, boleh baginya membatalkannya dengan berbuka kapan pun ia mau, dan tidak ada qadla’ baginya, tetapi yang demikian itu makruh baginya.

قال – صلى الله عليه وسلم – “الصَّائِمُ الْمُتَطَوِّعُ أَمِيرُ نَفْسِهِ، إِنْ شَاءَ صَامَ، وَإِنْ شَاءَ أَفْطَرَ” رواه الحاكم (١/ ٤٣٩)
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Orang yang berpuasa sunnah adalah penguasa dirinya sendiri, jika ia mau maka berpuasa, dan jika ia mau maka berbuka”. (HR. Al-Hakim)

Sedangkan bila ia melaksanakan puasa qadla fardlu maka haram baginya memutus / membatalkannya karena ia melaksanakan puasa fardlu maka wajib menyempurnakannya.

Demikianlah penjelasan mengenai macam-macam puasa sunnah, yang mana keterangan diatas diambil dari kitab Al-Fiqh al-Manhaji ala Madzhabi al-Imam al-Syafi’i, karya Syaikh Dr. Musthofa Al-Khin, Syaikh Dr. Musthofa al-Bugha dan Syaikh Ali al-Syarbaji. Selain maam-macam puasa Sunnah yang telah disebutkan diatas, tentunya dikitab-kitab fiqh lain dibahas mengenai puasa sunnah lainnya, seperti puasa Nabi Daud alaihissalam, puasa bulan Rajab dan lain sebagainya, yang penjelasannya Insyaallah ditulisan berikutnya.

 

[4bd]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*