Lutut atau Tangan Terlebih Dahulu Saat Sujud ?

Shalat merupakan ibadah yang selalu dilakukan oleh setiap orang muslim. Seorang muslim yang mengerjakan shalat disamping memenuhi syarat-syarat shalat, juga harus mengetahui rukun-rukun shalat (fardlu-fardlu shalat) sebagai salah satu syarat shalat tersebut.

Diantara rukun shalat adalah sujud yang dilakukan dua kali dalam setiap satu raka’at. Sujud yang pertama dilakukan setelah i’tidal (berdiri), sementara sujud kedua dilakukan setelah duduk diantara dua sujud (dalam posisi duduk iftirasy). Ada beberapa hal yang dibahas mengenai sujud didalam shalat, seperti tatacara sujud, anggota-anggota sujud, bacaan didalam sujud dan lain sebagainya.

Pada tatacara sujud, tepatnya ketika hendak sujud, ada hal yang menjadi pertanyaan apakah kedua tangan atau kedua lutut terlebih dahulu yang diletakkan ke lantai. Didalam madzhab Syafi’iyah sebagaimana kebanyakan dilakukan oleh umat Islam di Indonesia adalah meletakkan kedua lutut terlebih dahulu kemudian tangan, dahi dan hidung.

Dalam kitab Fiqhul ‘Ibadat (salah satu fiqh Syafi’iyah) dijelaskan sebagai berikut:

ويسن في السجود وضع ركبتيه ثم يديه ثم جبهته وأنفه مكشوفة على الأرض لما روى وائل بن حجر رضي الله عنه قال : ” رأيت رسول الله صلى الله عليه و سلم إذا سجد يضع ركبتيه قبل يديه وإذا نهض رفع يديه قبل ركبتيه ” ( الترمذي ج 2 / أبواب الصلاة باب 199 / 268 ) قال الخطابي : ” وهو – يعني وضع الركبتين قبل اليدين – أرفق بالمصلي وأحسن في الشكل ورأي العين ” ( المجموع ج 3 / ص 394 )
“Didalam sujud disunnahkan meletakkan kedua lututnya terlebih dahulu kemudian tangannya, kemudian dahi dan hidungnya secara terbuka (tanpa ada penghalang) ke atas bumi (lantai) berdasarkan riwayat Wa’il bin Hujr radliyallahu ‘anh, berkata: “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila sujud, beliau meletakkan kedua lututnya sebelum meletakkan tangannya, dan apabila bangkit, mengangkat tangannya terlebih dahulu sebelum kedua lututnya”. Al-Khaththabi berkata: “Meletakkan kedua lutut sebelum tangan itu lebih mudah bagi seorang mushalli, lebih bagus didalam bentuk/formatnya dan lebih enak dipandang”.

Kesunnahan meletakkan kedua lutut terlebih dahulu tersebut tersebar didalam kitab-kitab fiqh Syafi’iyah, seperti didalam Al-Muhadzdab Al-Syairazi yang disyarah oleh Imam Al-Nawawi. Imam Al-Syairazi (w. 476) menuliskan didalam kitabnya :

وَالْمُسْتَحَبُّ أَنْ يَضَعَ رُكْبَتَيْهِ ثُمَّ يَدَيْهِ ثُمَّ جَبْهَتَهُ وَأَنْفَهُ لِمَا رَوَى وَائِلُ بْنُ حُجُرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ ” كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذَا سَجَدَ وَضَعَ رُكْبَتَيْهِ قَبْلَ يَدَيْهِ وَإِذَا نَهَضَ رَفَعَ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ ” فَإِنَّ وَضْعَ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ أَجْزَأُ إلا انه ترك هيئة
“Dan mustahabb (sunnah) didalam sujud, meletakkan kedua lututnya terlebih dahulu, kemudian tangannya, dahinya dan hidungnya, berdasarkan riwayat Wail bin Hujr radliyallllahu ‘an. Maka sungguh meletakkan tangannya dulu sebelum kedua lututnya juga sudah mencukupi namun itu meninggalkan sunnah hai’ah shalat”.

Dari penjelasan diatas, yang sunnah adalah meletakkan kedua lutut terlebih dahulu, sementara meletakkan tangan terlebih dahulu meskipun juga mencukupi (sujudnya tetap sah) namun dianggap telah meninggalkan salah satu sunnah hai’ah shalat dalam kacamata Syafi’iyah, meskipun ternyata tidak bagi sebagian madzhab lainnya. Sebagaimana penjelasan Imam al-Nawawi (w. 676) dalam Al-Majmu’ berikut:

مَذْهَبُنَا أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ أَنْ يُقَدِّمَ فِي السُّجُودِ الرُّكْبَتَيْنِ ثُمَّ الْيَدَيْنِ ثُمَّ الْجَبْهَةَ وَالْأَنْفَ قَالَ التِّرْمِذِيُّ وَالْخَطَّابِيُّ وَبِهَذَا قَالَ أَكْثَرُ الْعُلَمَاءِ وَحَكَاهُ أَيْضًا الْقَاضِي أَبُو الطَّيِّبِ عَنْ عَامَّةِ الْفُقَهَاءِ وَحَكَاهُ ابْنُ الْمُنْذِرِ عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَالنَّخَعِيُّ وَمُسْلِمُ بْنُ بشار وسفيان الثوري واحمد واسحق وَأَصْحَابُ الرَّأْيِ قَالَ وَبِهِ أَقُولُ وَقَالَ الْأَوْزَاعِيُّ وَمَالِكٌ يُقَدِّمُ يَدَيْهِ عَلَى رُكْبَتَيْهِ وَهِيَ رِوَايَةٌ عَنْ أَحْمَدَ وَرُوِيَ عَنْ مَالِكٍ أَنَّهُ يُقَدِّمُ أَيُّهُمَا شَاءَ وَلَا تَرْجِيحَ
“Madzhab kami (Syafi’iyah), disunnahkan mendahulukan kedua lutut dalam melakukan sujud, kemudian kedua tangan, kemudian dahi dan hidung, sebagaimana riwayat At-Turmidzi dan Al-Khaththabi, dengan hal inilah kebanyakan ulama berpendapat. Al-Qadli Abu Thayyib meriwayatkannya juga dari  umumnya fuqaha’ (kebanyakan ahli fiqih), dan Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Umar bin Khaththab radliyallahu ‘an, al-Nakha’i, Muslim bin Basyar, Sufyan al-Tsauri, Ahmad, Ishaq dan Ashhabur Ra’yi, demikian pula aku berpendapat dengannya. Sedangkan Al-Auza’i dan Malik berpendapat mendahulukan tangan daripada kedua lutut, itu riwayat dari Ahmad, dan diriwayatkan juga dari Malik bahwa mengedepankan manapun yang dikehendaki dari keduanya dan tidak melakukan tarjih (menguatkan salah satu dari keduanya)”.

Setelah memaparkan mengenai pandangan ulama seperti diatas, Imam Al-Nawawi memaparkan hadits-hadits yang dijadikan dasar mengenai persoalan tersebut dari kedua belah pihak yang berbeda pendapat. Selanjutnya membawakan perkataan Imam Asy-Syafi’i rahimahullah didalam kitab al-Umm mengenai tatacara sujud.

قَالَ الشَّافِعِيُّ فِي الْأُمِّ أُحِبُّ أَنْ يَبْتَدِئَ التَّكْبِيرَ قَائِمًا وَيَنْحَطَّ وَكَأَنَّهُ سَاجِدٌ ثُمَّ إنَّهُ يَكُونُ أَوَّلَ مَا يَضَعُ عَلَى الْأَرْضِ مِنْهُ رُكْبَتَيْهِ ثُمَّ يَدَيْهِ ثُمَّ وَجْهَهُ فَإِنْ وَضَعَ وَجْهَهُ قَبْلَ يَدَيْهِ أَوْ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ كَرِهْتُهُ وَلَا إعَادَةَ عَلَيْهِ وَلَا سُجُودَ سَهْوٍ
“Imam al-Syafi’i berkata: Aku suka untuk memulai takbir saat masih berdiri dan menurunkan badan (merosotkan) seperti orang yang hendak sujud, kemudian menjadikan yang pertama diletakkan pada bumi (lantai) adalah kedua lututnya, kemudian kedua tangannya, kemudian dahinya. Maka sungguh meletakkan bagian wajahnya terlebih dahulu sebelum tangannya atau meletakkan tangannya terlebih dahulu sebelum kedua lututnya itu aku memakruhkannya (tidak menyukainya), namun tidak perlu mengulanginya dan tidak perlu sujud sahwi”.

Perbedaan pendapat diatas, sebelumnya juga telah dipaparkan oleh Imam al-Imrani (w. 558) dalam kitab al-Bayan fil Fiqhi al-Syafi’i:

والمستحب: أن يكون أول ما يقع منه على الأرض في السجود: ركبتاه، ثم يداه، ثم جبهته وأنفه، وبهذا قال عمر بن الخطاب، والثوري، وأبو حنيفة، وأصحابه.
وقال الأوزاعي: (المستحب أن يكون أول ما يقع منه على الأرض في سجوده: يداه، ثم ركبتاه) .
وقال مالك: (إن شاء وضع اليدين أولا، وإن شاء وضع الركبتين أولاً) .
دليلنا: ما روى مصعب بن سعد، عن أبيه، قال: «كنا نضع اليدين قبل الركبتين، فأمرنا بالركبتين قبل اليدين» .
وروى وائل بن حجر، قال: «كان النبي – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – إذا سجد، وضع ركبتيه قبل يديه، وإذا نهض، رفع يديه قبل ركبتيه» .
“Mustahabb (sunnah) menjadikan yang pertama menyentuh ke bumi didalam sujud adalah kedua lututnya, kemudian tangannya, kemudian dahi dan hidungnya. Umar bin Khathhab berpendapat dengan ini, demikian juga al-Tsauri, Abu Hanifah beserta ashhabnya. Sedangkan al-Auza’i berkata: “Yang mustahabb, urutan yang pertama menyentuh bumi didalam sujud adalah tangannya, kemudian kedua lututnya. Adapun Imam Malik berkata: “Jika mau, boleh meletakkan tangannya terlebih dahulu, dan jika mau, juga boleh meletakkan lututnya terlebih dahulu. Dalil kami (Syafi’iyah) adalah apa yang diriwayatkan oleh Mush’ab bin Sa’ad dari ayahnya, ia berkata: “Kami sebelumnya meletakkan kedua tangan sebelum kedua lutut, maka kemudian kami diperintahkan meletakkan kedua lutut sebelum kedua tangan”. Dan riwayat dari Wail bin Hujr, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila sujud, beliau meletakkan kedua lututnya sebelum meletakkan tangannya, dan apabila bangkit, mengangkat tangannya terlebih dahulu sebelum kedua lututnya”.

Bila diperhatikan dalam paparan Imam al-Imrani, ada dua riwayat yang dijadikan dalil dan riwayat itu juga dipaparkan Imam al-Nawawi didalam kitabnya. Riwayat pertama mengindikasikan perubahan tatacara sujud yang sebelumnya dilakukan dengan tangan terlebih dahulu, kemudian berubah dengan lutut terlebih dahulu setelah adanya perintah. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah didalam Shahihnya. Hadits ini menjadi pegangan beberapa ulama terkait adanya nasikh-mansukh yaitu riwayat meletakkan tangan terlebih dahulu dinasakh / dihapus dengan riwayat meletakkan lutut terlebih dahulu. Namun, hadits tersebut tidak lepas dari kritik pula meskipun telah menjadi pegangan beberapa ulama Syafi’iyah.

Misalnya Ibnu Hajar al-Haitami (w. 974 H) dalam Al-Minhajul Qawim berkata:

“ويسن في السجود وضع ركبتيه” أولا للاتباع, وخلافه منسوخ على ما فيه “ثم يديه ثم جبهته وأنفه” معًا
“Disunnahkan didalam sujud meletakkan kedua lututnya terlebih dahulu sebagai bentuk Ittiba’, dan riwayat yang menyelisihinya adalah mansukh (telah terhapus) atas perkara tersebut, kemudian meletakkan tangannya, kemudian dahi dan hidungnya bersamaan”.

Sikap kita adalah tetap berpegang kepada fatwa madzhab Syafi’i sebagaimana diatas dalam penjelasan Imam al-Imranii, Imam An-Nawawi dan para ulama Syafi’iyah bahwa dalam madzhab Syafi’i yang sunnah adalah meletakkan lutut terlebih dahulu. Hal tersebut merupakan pendapat kebanyakan ulama, artinya kita berpegang kepada madzhab Syafi’i sekaligus mayoritas ulama.

[4bd]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*